Curhat Hari Ini, Unpredictable Customer


Beberapa waktu lalu, saya dihubungi teman lama. Dia menawari saya jadi reseller tas merek terkenal asli dari Eropa dan Amerika. Aslinya sih ingin banget mengiyakan. Sayangnya, saya belum berani berjualan tas jutaan bahkan puluhan juta. Saya belum punya pangsa pasarnya. Alasan. Aslinya sih saya tidak berani menaggung resikonya. Obrolan kami pun berlanjut ke saling curhat survival selama pandemi 2 tahun kemaren.

Teman saya ini adalah seorang store manager butik brand merek terkenal dari Eropa. Butiknya ini ada di salah satu mall elit di Jakarta. Saya membuka telinga lebar-lebar. Sepertinya akan banyak cerita menarik, meski ceritanya terjadi pada tahun 2020 lalu.

Terpaksa Jualan 

"Ya, gimana lagi. Mall tutup. Ya wis anak-anak tak suruh jualan di luar."

Yang dimaksud dengan 'anak-anak' ini adalah anak buahnya di bagian penjualan. Para pegawai butik yang biasanya hanya menunggu dan melayani harus aktif berjualan. Bukan suatu hal yang mudah. Tentu saja. Butuh semangat besar dan niat yang kuat.

Mbak dan mas sales counter memang tidak ada kewajiban untuk menjual barang butik. Selama Mall tutup, mereka dirumahkan dan digaji hanya 1/3 dari gaji pokok. Mereka diberi kesempatan untuk menjual barang-barang butik. Pemilik memberikan diskon 50-70% dari harga jual. Harga jual ke customer terserah mereka masing-masing.

Pada awalnya, tidak banyak yang mengambil kesempatan untuk menjual barang-barang tersebut. Hanya sekitar 40%. Bagaimana hasilnya? Ada yang berhasil menjual banyak. Ada juga yang biasa saja bahkan ada yang timbul tenggelam.  

Mereka yang penjualannya banyak ternyata para sales counter yang sudah lama bekerja. Mereka sudah punya koneksi para pelanggan butik. Mereka menjadi kepanjangan tangan para customer yang tidak bisa datang langsung ke Mall. Para customer bahkan juga titip belanja ke butik lain yang ada di mall tersebut.

Ada satu yang istimewa. Satu orang yang penjualannya sedikit tapi konsisten setiap bulan. Pada pertengahan tahun 2020, penjualannya mulai konsisten perbulan. Memang tak banyak. Hanya 2 atau 3 konsumen. Item barang yang terjual pun harganya dibawah 5 juta. Barang yang dibeli mayoritas tas. Ada beberapa sepatu dan baju. Semua konsumennya bukan pelanggan butik. Konsumen baru. Penjualan ini dianggap besar oleh teman saya. Ini kan jaman pandemi, dimana daya beli masyarakat merosot tajam.

Penasaran. Akhirnya teman saya ini ngobrol dengan si pegawainya ini. Saya panggil saja Mbak Keren. Saya akan ceritakan profilnya terlebih dahulu. Mbak Keren ini lulusan SMA dari sebuah kota kecil. Beliau merantau ke Jakarta sejak 3 tahun yang lalu. Sebelum bekerja sebagai sales counter, Beliau pernah bekerja sebagai penjaga toko di sebuah pasar modern.

Mbak keren kos di perkampungan tak jauh dari mall. Beliau meski tinggal sendiri tapi jadi tulang punggung keluarga. Beliau menyekolahkan adik-adiknya. Gaji yang hanya 1/3 tentu tidak cukup. Mau tak mau Beliau ya harus berjualan barang-barang butik.

Cara penjualannya sederhana. Hanya menggunakan whatsapp (WA). Pajang barang di status dan broadcast barang di beberapa grup WA. Broadcast barang hanya dikirim ke group wa yang anggotanya sudah dikenl dengan baik. Maklum jualannya barang mahal. Beliau sangat hati-hati jangan sampai tertipu.

Unpredictable Customer

Suatu hari Beliau dichat salah seorang tetangganya yang tanya soal tas di statusnya. Obrolan berlanjut layaknya antara penjual dan calon pembeli. Ternyata si tetangga ini beli tas tersebut. Harganya hampir 5 juta. Kaget pastinya. Mbak Keren tidak menyangka sama sekali. Kalau dilihat dari rumah dan penampilan pembeli, tidak mungkin beli tas itu. Apalagi saat pandemi seperti ini.

Tetangganya itu curhat. Sebenarnya sudah lama sekali ingin beli 'tas cantik' seperti itu. Sayangnya, Beliau segan kalau masuk ke butik di mall. Beberapa kali dia masuk butik selalu diikuti terus sama penjaganya. Saat pegang tas, selalu dibilang 'ini mahal loh, Bu.' Sang tetangga jadi risih. Kalau beli online takut bukan yang asli. Mau titip beli ke Mbak Keren takut diperlakukan sama seperti penjaga butik. Mbak Keren serasa ditampar. Mungkin ada banyak pembeli yang seperti ini. 

Mbak Keren hari itu juga mulai survey gaya hidup para tetangganya. Saat Beliau mengantar tas ke rumah tetangga, sekalian nguping dan buka mata lebar-lebar.

Beliau memang tidak pernah bergaul dengan para tetangga. Sebatas saling kenal dan menyapa basa-basi. Kehidupannya hanya tempat kerja - kos - main keluar dengan teman. Mumpung dirumahkan, Beliau akhirnya banyak bergaul dengan tetangga. Salah satunya dengan ikut aktif jadi relawan RT untuk bantu keluarga yang isoman.  

Mulailah Beliau mendengar banyak berita tentang tetangga. Beliau cukup kaget bahwa ada banyak tetangga yang kelihatannya sederhana tapi ternyata masuk kategori SES A++. Mereka gemar jor-joran bagi uang bantu tetangga dan belanja untuk pribadi.

Marketing Cerdas

Mbak Keren mulai bikin peta target pembeli. Beliau sudah paham seluk beluk calon target pembeli. Mulai dari warna kesukaan, style dandan bakhkan sampai artis favorit. Foto di status dan broadcast mulai dirubah. Beliau pakai foto artis yang pakai tas sesuai dengan yang akan dijual. Taktik ini berhasil. Makin banyak calon pembeli yang tertarik. 

Mbak Keren mulai menciptakan personal branding dirinya sebagai 'seorang yang bekerja di butik barang impor di salah satu mall elit Jakarta'. Pada setiap kesempatan Beliau selalu memperkenalkan dirinya dengan new branding tersebut. Beliau juga all out dalam melayani para pembeli. Selain sebagai personal shopper juga menjadi konsultan penampilan.

Mbak Keren juga mengajari bagaimana cara berdandan agar kelihatan anggun berkelas. Beliau juga mengajarkan cara padu padan busana, komposisi warna dan kesesuaian penampilan dengan acara. 

Strategi marketing berhasil. Kabar dari mulut ke mulut mulai beredar luas. Bukan lagi di kalangan tetangga, sudah merambah ke teman-temannya tetangga. Mbak Keren selalu menjaga kepuasan pelanggan. Meski ada saja pembeli yang rewel. Bahkan banyak bertanya tapi tak jadi beli. Semuanya dilayani dengan sepenuh hati. Mbak Keren selalu mengganggap semua calon pembeli adalah orang yang mampu beli barangnya. 

Saat ini, Beliau sudah punya para pembeli loyal. Pertanyaan pembeli tersebut bukan lagi 'ingin beli tas ini atau itu'. Mereka bilang 'mau ke acara ini, cocoknya pakai baju, tas dan sepatu atau sandal yang mana'. Harga sudah urusan belakang. Pokoknya kelihatan paling cantik di acara tersebut.

Perlu digaris bawahi. Para pembeli barang-barang branded Mbak Keren bukanlah mereka yang tinggal di daerah pemukiman elit. 80% pembelinya tinggal di pemukiman padat penduduk. Kawasan gang satu mobil yang terkesan kumuh. Mereka selalu beli cash. Tidak pakai kartu kredit yang dicicil per bulan. Amazing.

Suatu saat, jika Anda melihat seseorang memakai tas brand terkenal naik becak, motor atau saat kondangan di rumah seseorang. Jangan buru-buru menyangka itu barang KW. Bisa jadi memang barang asli yang dibeli dengan cash.

Komentar