Kebakaran Hutan Saat Masa Pandemi, Sangat Berbahaya


Hutan dan udara memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan satu dengan yang lain. Keduanya juga memiliki hubungan sebab akibat. Hutan adalah pabrik penyedia oksigen yang tidak ada habisnya. Semakin lebat hutan maka akan semakin bagus kualitas udaranya. 

Inilah sebabnya di daerah perkotaan dibuat hutan buatan. Sudah menjadi hal yang lazim kalau di perkotaan tingkat polusinya tinggi. Harus ada hutan kota untuk menetralisir kualitas udara yang buruk. Berbagai kota sengaja membangun hutan buatan dan taman kota.  

Luas hutan kita 94,1 juta hektar atau 50,1% dari seluruh jumlah daratan di Indonesia. Data ini menurut Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019. Hutan kita mempunyai posisi yang penting. Hutan Indonesia adalah paru-paru dunia.

Kebakaran Hutan

Namun sayang, hutan Indonesia menjadi sorotan dunia sejak beberapa tahun yang lalu. Lansir berita WWF Indonesia, sekitar 1,1 juta hektar atau 2% luas hutan Indonesia menyusut setiap tahun. Ada beberapa faktor penyebabnya yaitu penebangan pohon untuk industri, pembukaan lahan untuk perkebunan atau pemukiman serta kebakaran hutan.

Faktor terakhir ini yang menjadi ujian besar bagi bangsa Indonesia setiap tahun. Saya tidak menyebut sebagai ujian bagi pemerintah saja. Semua masyarakat Indonesia ikut merasakan dampak kebakaran hutan. Bukan hanya pada masyarakat yang tinggal di daerah kebakaran hutan. Masalahnya asap kebakaran hutan ini tertiup angin ke segala penjuru Indonesia bahkan ke negeri tetangga.

Saat ini sudah masuk musim kemarau. Saatnya waspada kebakaran hutan. Biasanya kebakaran hutan mulai muncul di akhir musim penghujan. Ketika masuk musim kemarau permasalahn pembukaan lahan di hutan menjadi kian komplek. Kondisi gambut dan pepohonan sudah mulai mengering, kadar air dalam tanah juga mulai berkurang.  

Pada podcast radio KBR tanggal 12 Juni 2020, Ibu Anis Aliati menyebutkan sampai dengan tanggal 11 juni 2020 ada 731 titik api yang terpantau oleh satelit Terra atau Aqua LAPAN. Ibu Anis adalah Kasubdit Pencegahan Karhutla-Direktorat PKHL, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK. 

Titik-titik api tersebut ada di daerah Riau, Sumatera Selatan dan Kepulauan Riau. Menurut Ibu Anis, titik api yang terpantau masih berupa titik api belum menjadi kebakaran. Namun Ibu Anis menegaskan bahwa berbagai langkah pencegahan kebakaran hutan sudah dilakukan. Patroli untuk memantau api tetap dilakukan setiap hari meski dalam kondisi pandemi seperti saat ini. 

Ada laporan dari pendengar radio KBS yang meninggalkan coment di youtube saat podcast ini berlangsung. Ahmadi dari Jambi dan Diah dari Riau mengungkapkan kalau sudah terjadi kebakaran hutan di daerah mereka. Tidak ada penjelasan apakah masih skala kecil atau skala besar. Tentu laporan ini akan ditindak lanjuti oleh KLHK.



Sementara itu pada podcast yang sama, Prof Bambang Hero Saharjo menekankan ketegasan pemerintah kepada para pelaku pembakaran hutan. Prof Bambang adalah Guru Besar Perlindungan Hutan Fakultas Kehutanan IPB.  

Prof Bambang memiliki data berbagai perusahaan yang melakukan pembakaran hutan. Tentu saja melaui kerja sama dengan berbagai pihak. Setiap tahun, ada beberapa perusahaan yang melakukan pembakaran hutan. Bahkan pada lokasi yang sama. Prof Bambang menginginkan agar pemerintah Indonesia mengirimkan pesan pada dunia, kalau Indonesia tidak pernah mengijinkan masalah pembakaran hutan.

Bahaya Besar

Sementara itu masih pada podcast yang sama ada rekaman wawancara dengan dr Feni Fitriani Sp.P. Beliau adalah Ketua Pokja Paru dan Lingkungan di Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). dr Feni mengatakan bahwa kebakaran hutan yang terjadi saat pandemi sangat berbahaya untuk masyarakat.

Saat kebakaran hutan terjadi, asap membuat kondisi pernafasan masyarakat memburuk. Imun tubuh juga akan ikut menurun jika asupan oksigen dalam tubuh terganggu. Sementara itu COVID19 juga menyerang sistem pernafasan. Bisa dibayangkan kondisi yang berlipat ganda bahayanya.

Saya kira pembaca tulisan ini sudah sangat paham hanya dengan saya kutip sedikit pernyataan dari dr Feni. Kondisi berbahaya akibat asap kebakaran hutan tidak hanya terjadi pada masyarakat di daerah lokasi kejadian kebakaran hutan. Asap kebakaran hutan akan terbawa angin menuju kemana saja. Seluruh masyarakat Indonesia mungkin saja akan mengalami dampaknya. 

Seperti yang saya sebutkan diatas. Masalah kebakaran hutan bukan saja tanggung jawab pemerinta. Kita juga harus punya tanggung jawab untuk mencegah kebakaran hutan terjadi. Kondisi pandemi akan membuat kesehatan pernafasan memburuk.

Kita bisa menggunakan jari kita untuk kampanye mencegah kebakaran hutan. Sedekahkan jari Anda semua untuk menulis di media sosial tentang bahayanya kebakaran hutan saat pandemi. Mungkin saja jari Anda mampu mengetuk perasaan para pengusaha agar tidak membuka lahan dengan melakukan pembakaran hutan. 

Selain itu juga kasihan dengan para petugas patroli penjaga hutan yang harus berjuang memadamkan api dalam kepungan asap. Kita tak pernah tahu dengan kondisi kesehatan mereka. Saat ini sudah semakin banyak para positif COVID19 yang OTG (Orang Tanpa Gejala). Seandainya ada salah satu dari mereka yang positif dan terpapar asap kebakaran hutan terus menerus. Tentu akan memperburuk kondisi paru-parunya.

Butuh bantuan banyak pihak untuk mencegah kebakaran hutan. Tahun 2019 adalah tahun yang berat bagi masyarakat yang tinggal di wilayah kebakaran hutan. Jangan sampai kejadian tersebut terjadi di tahun ini.  

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini


Foto: koleksi pribadi

 

Komentar

  1. Benar ini

    Tahun 2019 adalah tahun yang berat bagi masyarakat yang tinggal di wilayah kebakaran hutan. Jangan sampai kejadian tersebut terjadi di tahun ini.


    Saya pun berharap demikian. Ada pandemi seperti ini, masih ada pula titik api. Sedih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga tidak ada titik api baru lagi ya Mbak. Doa kita bersama ini.

      Hapus
  2. banyak yang menulis ini, aku baca semua cerita baik di ig dan blog. Aku suka kesel sendiri, kok tega y..jika benar ada yang iseng atau dgn sengaja membakarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Kak. Aku juga kesel banget. Kok ya masih tetap saja dibakar kalau buka lahan.

      Hapus
  3. Bener banget mba. Aku juga takut ini. Jadi kita akan ngehadepin selain corona, kekeringan juga ama kebakaran hutan. Aku juga bingung kita harus gimana karena masyarakat kita juga pada bandel-bandel. Semoga ga terjadi kebakaran hutan ya mba. serem soalnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Doa kita bersama nih Mbak. Jangan sampai kejadian kebakaran hutan dahsyat seperti tahun lalu.

      Hapus
  4. Asap sampah saja sudah bikin sesak nafas, apalagi asap karhutla. Semoga saja manusia sadar tidak akan membakar hutan lagi. Indonesia sudah banyak masalah jgn ditambah lagi dengan karhutla

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga semakin banyak pengusaha yang sadar.

      Hapus
  5. Jadi ternyata per tanggal 11 dan 12 Juni sudah ada titik Ali di Riau dan Sumatra Selatan, ya? Moga enggak jadi kebakaran kaya tahun lalu. Dampaknya kerasa banget soalnya, ya. Peurunan kualitas udara dan masyarakat sekitar mengalami masalah kesehatan. Karhutla ini memang harus ditangani serius dan butuh kerja sama berbagai pihak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampai dengan tanggal 11 juni Mbak. Sebelum tanggal itu sudah muncul titik api.

      Setuju banget Mbak. Semua pihak harus kerja sama.

      Hapus
  6. Benar ya mbak, semoga karhutla ini segera terantisipasi ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Sampai saat ini sudah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Semoga aman terkendali.

      Hapus
  7. Jangan lupa ada unsur politik sawit indonesia dibalik isu karhutla, eropa ketakutan sama produksi kita kita jadilah bikin isu apa2 karhutla

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya masalah sawit ini kompleks banget. Ada banyak kepentingan didalamnya.

      Hapus
  8. Bagi aku yang tinggal di Kalimantan, Karhutla udah jadi semacam bencana alam langganan. Ini aja udah mulai muncul titik panas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga tidak membesar dan bertambah lagi titik panasnya.

      Hapus
  9. Semoga tahun ini aman ya dari Karhutla biar nyaman dan tenang hidup masyarakat di daerah dan ini tugas kita bersama

    BalasHapus
  10. Setuju banget, Mbak. Sebagai masyarakat kita juga bisa berperan dengan kampanye pencegahan karhutla, apalagi kalau aktif di sosmed.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget Mbak. Mari kita manfaatkan jari kita buat sedekah hehe.

      Hapus
  11. saya pas dengerin podcast nya..sambil bayangin gimana pas hutan kebakaran. waduh padaminnya benar2 luar biasa ya usahanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Aku juga ngeri pas dengar podcast-nya

      Hapus
  12. Semoga tobat dah orang2 yang suka bakar hutan itu. Dan ada kebijakan tegas buat pelakunya.

    BalasHapus
  13. Sebenarnya saya bingung yang disebut titik api itu pembakaran yang dilakukan orang atau api yang tidak pernah padam, ya.
    Kalau ada titik api yang terpantau1 saja, hendaknya langsung didatangi dan suruh padamkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Titik api itu karena dibakar orang. Seringkali habis dibakar orangnya langsung pergi, Nggak dijagain.

      Hapus
  14. Karhutla jadi problem yang masih belum sepenuhnya terselesaikan ya mbak tiap tahunnya. Langganan terus terjadi tiap tahun, gak bsa bayangin daerah" terdampak kena asap tiap Karhutla terjadi. Semogaa kemarau kali ini tidak terjadi Karhutla seperti tahun" sebelumnya ya mbak, sedih bayanginnya apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini 😿

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin.

      Semoga tidak ada lagi kebakaran hutan tahun ini

      Hapus

Posting Komentar