Serial Kakak Adik, Tidur Siang


"Gimana?"

"Aman, Kak." Adik menjawab cepat.

Adik bergegas menutup kamar. Kakak membuka engsel jendela bawah pelan-pelan. Adik menghampiri Kakak. 

"Kenapa kita nggak lewat pintu aja? Kan gampang."

"Kita kan kabur dari rumah, Dek. Kalau lewat pintu namanya keluar rumah."

"Gitu, ya?"

"Iya. Kayak di film dan buku-buku, tuh."

"Oh, gitu."

Kakak sudah berhasil membuka jendela bawah. Kakak membuka lebar-lebar. Adik mengamati Kakaknya keluar dari jendela. Saat sudah sampai di luar, Kakak memberi isyarat Adik untuk keluar.

Adik mengambil kursi belajar. Dia naik ke jendela. Adik tampak ragu-ragu. Kakak membantu Adik keluar. Hampir saja Adik jatuh. Untung Kakak segera memegang tubuh Adik.

Kakak beradik itu mengendap-endap ke pagar depan rumah. Kakak menggandeng Adik. Kakak berkali-kali menoleh ke jendela kamar Ibu. Semoga ibu tidur siangnya nyenyak.

Kakak membantu Adik naik pagar. Ini hal yang mudah. Pagar tidak terlalu tinggi. Mereka berdua sudah sering memanjat pagar ini.

Kakak membantu Adik melompat ke sisi luar pagar. Kakak memegangi tangan Adik sampai Adik posisinya aman. Kaki Adik sudah pas menginjak sela-sela pagar.

"Aduh!" seru Adik tiba-tiba. Adik kaget karena Ibu berdiri di depan pintu rumah yang terbuka.

"Kalian mau kemana?" tanya Ibu

Kakak menunduk lemas. Kepalanya disandarkan di besi pagar. Gagal lagi kabur dari tidur siang.

"Nggak kemana-mana. Cuma cari angin aja. Panas di kamar hehe." jawab Adik.

"Emang ada angin di situ."

"Ada. Banyak, Bu hehe." ucap Adik sambil melirik Kakak, yang masih menunduk, "Ibu mau ngapain?"

"Ibu mau cari angin juga, aah. Tapi sambil duduk di teras saja. Males kalau di situ. Panas. Capek."

Ibu duduk di teras lalu mengambil koran di rak bawah meja teras. Tak lama, beliau duduk sambil asyik membaca koran.

"Kak, gimana, nih?" tanya Adik pelan.

"Yah gimana lagi. Kita pura-pura cari angin."

"Capek, Kak. Panas."

"Sama, Dek. Tahan dulu sebentar."

#

5 menit kemudian.


"Kak, turun, Yuk." Kakak mengangguk. Kakak membantu Adik naik lagi. Adik berpindah ke sisi dalam pagar pelan-pelan. Kakak membantu memegangi badan Adik. Lalu mereka turun pelan-pelan.

"Kok, udah turun. Udah selesai cari anginnya?" tanya Ibu.

"Udah, Bu. Ntar kalau kebanyakan bisa masuk angin." jawab Kakak. Kakak berjalan menuju pintu. Adik mengikuti di belakang.

"Mau kemana?" tanya Ibu lagi

"Tidur siang." jawab Kakak singkat. Muka Kakak cemberut.

Ibu tidak menjawab. Beliau kembali membaca koran. Kakak dan Adik naik ke teras. Ibu pura-pura tidak melihat. Sewaktu mereka masuk rumah, Ibu mengintip dari jendela. Kedua anak itu masuk ke kamar dan menutup pintunya.

"Yes. Berhasil." ucap Ibu pelan dengan senyum lebar. Ibu masih mengintip di jendela. Tiba-tiba pintu terbuka. Ibu pura-pura membaca koran. Tiba-tiba, Adik sudah berdiri di pintu.

"Bu. Tidur siang ini waktu pandemi saja, kan?" tanya Adik.

"Ya iya lah. Biasanya jam segini kalian masih sekolah, kan?"

"Iya, juga ya. Hasyeek. Semoga pandemi segera selesai." Ibu menoleh ke kiri menahan tawa, "Ehm. Ibu. Hemm."

"Ada apa, Dek?"

"Ibu baca koran sampai jam berapa?"

"Sampai ashar kayaknya."

"Kok, lama?"

"Kenapa? Masalah?"

"Nggak. Gak papa, kok."

"Adek bobok pengen dikeloni Ibu?"

"No. No. Aku tidur sendiri." Adik berkata sambil lari ke kamar. Pintu langsung ditutup.

Ibu tersenyum geli. Ibu melipat koran. Lalu berdiri dan menutup pintu. Ibu duduk di sofa pas depan kamar anak-anak. Beliau menyalakan televisi dan menyandarkan punggung. Telapak tangan kanan menutup mulut yang menguap. Perjuangan belum selesai. Ibu berusaha agar tidak ketiduran.(Ugik Madyo)

Komentar