7 Resolusi Tahun 2021

resolusi di tahun 2021


Saya sebenarnya tidak punya rencana untuk membuat resolusi di tahun 2021. Resolusi tahun 2020 balik kanan bubar jalan. Ambyar semua. Mau bagaimana lagi memang kondisi sedang pandemi. Perekonomian berjalan sangat lambat bahkan sempat berhenti. Tahun kemaren harus jungkir balik. Bisa makan setiap hari, bisa beli vitamin dan bayar tagihan setiap bulan itu sudah Alhamdulillah banget.

Sewaktu ikut nulis bareng komunitas Ning Bloger Suroboyo ternyata tema minggu ini adalah 7 resolusi di tahun 2021. Saya jadi mikir lagi. Mau apa di tahun 2021. Aslinya saya memang tidak punya target apa-apa. Bisa survive dari bulan ke bulan saja sudah Alhamdulillah banget. 

Saya asli tidak punya keinginan apa-apa. Memang sih cita-cita harus tinggi tapi saya kan juga harus realistis. Apa gunanya bikin resolusi kalau tidak bisa dilaksanakan. Setelah mikir panjang dan dapat sumbangan ide dari Mbak Wiwit. Akhirnya ketemu juga 7 resolusi yang jadi tema nulis bareng minggu ini. Maka berikut ini resolusi saya di tahun ini:   

1. Sholat 5 Waktu Tepat Waktu

Selama 10 bulan pandemi, kematian rasanya dekat sekali. Hampir setiap hari ada berita duka dari tetangga, teman dan saudara. Sebagian besar meninggal karena Covid-19. Kalau ada notifikasi pesan atau telefon malam hari, jantung langsung berdegub kencang. Apalagi kalau ada yang masuk ICU, saya jadi stress sendiri. Tidak enak makan, tidak nyenyak tidur.

Saya bahkan pernah berada dalam fase bangun tidur selalu menangis karena bahagia masih diberi kesempatan hidup lagi. Saya jadi sering ikut pengajian. Selain itu juga lihat dan mendengarkan ceramah agama. 

Saat pengajian daring dan di grup chat pengajian seringkali diingatkan untuk sholat 5 wajib tepat waktu. Jangan sampai saat meninggal, kami masih ada hutang sholat yang belum dilaksanakan. Nauzubillahiminzalik. Setiap selesai sholat, saya selalu berdoa minta dimatikan dalam keadaan husnul khotimah dan sudah selesai sholat. Semoga doa saya ini dikabulkan. Aamiin.   

2. Hidup Sehat

Salah satu mekanisme survival selama pandemi adalah hidup sehat. Pola hidup sehat ini wajib dijalankan dengan dispilin tinggi dan konsisten. Makan sehat, istirahat cukup dan olahraga setiap hari harus dilakukan. 

Makan sehat bukan makan mahal bukan pula sekedar makan enak. Makan sehat adalah makan makanan yang cukup gizi dan cukup porsi. Lebih baik 70% makanan adalah sayur dan buah. Protein juga tak perlu harus protein hewani. Protein nabati seperti tahu dan tempe saja sudah cukup. Kebetulan saya memang pecinta sayuran, buah dan tempe goreng. Jadi tak masalah kalau urusan makanan sehat.

Istirahat yang cukup dan tidak begadang ini juga tak masalah. Saya sejak beberapa tahun lalu memang sudah stop begadang. Saya usahakan jam 10 sudah tidur. Serta membiasakan tidur siang sebentar. Masih bisa untuk urusan istirahat yang cukup.

Paling bermasalah adalah urusan olahraga. Saat awal pandemi masih rajin jalan kaki setiap pagi. Tambah bulan semakin kendor. Apalagi semakin banyak orang yang olahraga. Bukannya semangat, saya malah jiper kumpul dengan banyak orang.

Olahraga makin sering bolong saat musim penghujan. Hujan sering turun. Kalau pas malam hujan, bangun tidur pasti bersin-bersin. Plus pilek. Gagal sudah acara olahraga. Kalau olahraga sore nggak sempat. Sedangkan olahraga di rumah nggak asyik.

Intinya sih niatnya kurang kuat. Semangatnya kurang besar. Jadi ya ada aja alasannya hahaha. Kesimpulannya adalah malas lebih besar daripada niat. Titik. Ini nih PR besar yang menjadi resolusi saya di tahun 2021.    

3. Hidup Tanpa Hutang

Punya hutang saat pandemi tahun lalu bukan main bikin pusing. Hutang ini bikin neraca keuangan keluarga amburadul. Pengeluaran tetap tinggi sementara pemasukan terjun bebas. Kepala pusing. Tentu saja.

Kondisi ini ternyata juga dialami banyak teman saya. Beberapa teman yang punya tanggungan KPR dan leasing mobil memilih untuk jual rumah dan mobilnya. Mereka beli motor untuk mobilitas. Toh lebih banyak di rumah selama pandemi. 

Sisa uang penjualan untuk beli rumah lebih kecil secara cash. Sedangkan yang belum cukup uangnya untuk beli rumah cash, mereka memilih untuk tinggal di rumah orang tua atau mertua. Ini sementara waktu sambil menabung buat beli rumah. 

Kondisi selama pandemi sukses membuat saya tobat tidak akan punya hutang lagi. Kami tutup kartu kredit. Hanya menggunakan kartu debit. Kalau butuh beli sesuatu, beli cash saja. Kalau tidak punya uang, tidak usah beli. Tahan diri sambil nabung dulu. Kalau uangnya sudah cukup baru beli barang yang dibutuhkan tersebut.

Ternyata cara ini lumayan untuk merampingkan neraca keuangan rumah tangga. Selain itu kami jadi bisa lebih hemat. Saya dan suami juga lebih rasional saat belanja. Hanya belanja yang dibutuhkan saja, bukan yang diinginkan. 

4. Garap Lebih Serius Toko Online

Selama pandemi, Alhamdulillah satu lumbung pendapatan tertutup. Bingung pastinya. Alhamdulillah toko online masih ada saja pesanan. Meski tidak banyak Alhamdulillah masih ada yang beli setiap hari.

Toko online ini seperti anak tiri saja. Tidak pernah saya optimalkan. Hanya sekedar ada tanpa ada perkembangan yang berarti. Foto barang biasanya saya jadikan status whatsapp. Ada pesanan masuk Alhamdulillah, tidak ada pesanan tak masalah. Saya tidak mematok target  penjualan.

Suatu hari ada kursus online tentang digital marketing secara gratis. Iseng saya ikut serta. Saya mendapatkan banyak ilmu dari kursus ini. Bukan saja tentang marketing secara daring tapi juga berbagai ilmu dasar marketing. 

Saya jadi punya ilmu baru teori penjualan secara online. Sayang banget kalau tidak dimanfaatkan. Saya mulai terapkan teori tersebut saat praktek. Sekalian uji coba pasar. Ternyata hasilnya beragam.

Ada beberapa yang hasilnya melenceng. Tidak sesuai dengan teori yang saya dapatkan. Ternyata banyak faktor yang saling berkaitan dengan pelanggan. Setiap pelanggan mempunyai klasifikasi dan karakteristik yang unik. Saya mulai uji coba teori yang disesuaikan dengan perilaku pelanggan. Seru ternyata. Seperti bermain teka-teki. 

5. Selesai minimal 1 Naskah Buku

Kapan buku terakhir terbit? puluhan tahun yang lalu. Asli malu banget kalau urusan produktifitas nulis buku. Terjun bebas. Resolusi setiap tahun adalah buku terbit minimal 1. Sayangnya resolusi ini tak pernah terwujud.

Saya sebenarnya masih nulis setiap hari. Ide selalu muncul setiap saat dan langsung saya buatkan draf dan sinopsis. Kuatir ide-ide ini hilang nantinya. Sayangnya selalu banyak kendala untuk menuliskan secara lengkap. Banyak naskah saya yang setengah jalan. Hanya sampai BAB 1 atau BAB 2.

Tahun lalu, saya bersih-bersih file di laptop dan hardisk eksternal. Ternyata banyak sekali naskah terbengkalai di sana. Bahkan ada yang sudah setengah jalan. Akhirnya saya sortir semua file tersebut dan saya kategorikan. Naskah-naskah setengah jadi harus selesai. Untuk semetara saya posting saja ke blog.

Saya tidak mempunyai keinginan muluk harus naskah ini harus terbit jadi buku. Tayang di blog pribadi minimal sebulan dua sekali saja sudah bagus. Kok di blog? Kan nggak dapat duit. Selama ini saya percaya setiap naskah pasti ada rejekinya sendiri-sendiri. 

Penjualan buku saat ini sedang seret banget. Meski tidak terbit sebagai buku siapa tahu bisa dijadikan FTV, film atau sinetron mini seri. Siapa yang tahu. Rejeki di masa depan tak ada yang tahu kan?  

6. Bisa Menulis Semua Genre

Kalau urusan non-fiksi saya insyaa Allah sudah menguasai semua genre. Mungkin karena terbiasa menulis di blog dengan berbagai tema. Sudah tahu strategi yang harus dilakukan. Paling bermasalah ini di fiksi.

Sejak awal belajar menulis ada dua genre yang susah sekali saya taklukkan. Romance dan horor. Dua genre ini tantangan yang harus saya taklukkan. Alasannya simple. Saya bukan bukan orang yang romantis dan saya paling tidak suka dengan dunia perhantuan.

Saya belajar romance dari drama Korea dan film. Kalau baca buku romance sering geli sendiri dan biasanya kalau baca tidak pernah sampai selesai. Selama pandemi tahun 2020, saya sudah mulai belajar menulis romace. Meski hasilnya masih belum memuaskan. 

Kalau horor belum pernah coba belajar sama sekali. Pernah masih tahap bikin draft saja sudah merinding. Lalu stop. Saya tidak berani lagi melanjutkan. Selera Indonesia untuk urusan film horor sudah berubah saat ini. Bukan hanya membahas tentang perhantuan tapi lebih ke faktor psikologis. Mungkin bisa saya coba suatu saat nanti.    

7. Lebih Kreatif 

Lebih kreatidf ini bukan sekedar berkarya tapi juga kreatif mencari peluang untuk mendapatkan uang. Saat ini setiap orang diwajibkan untuk lebih kreatif memanfaatkan peluang. Kesempatan terkadang datang selintas dan harus cepat ditangkap. Bisa jadi kesempatan inilah menjadi peluang yang bisa menjadi uang.

Kesempatan sekecil mungkin kalau kita bisa kreatif memanfaatkan insyaa Allah akan menghasilkan uang. Inilah yang membuat pikiran kreatif harus diasah terus. Dipersiapkan agar suatu saat begitu ada kesempatan langsung bisa dieksekusi.

Nah itulah semua resolusi di tahun 2021. Besar arapan saya agar semua resolusi ini bisa terwujud. Bukan hanya tulisan resolusi saja tapi tak ada manfaatnya. 


Ilustrasi: Ugik Madyo 

Komentar