Pencapaian Hidup yang Tak Terbayangkan

Saya termasuk tipe manusia yang suka bikin rencana. Baik rencana jangka pendek dalam nurun setahun atauun jangka panjang hingga puluhan tahun kedepan. 

Ada rencana yang berhasil, ada juga yang gagal total. Ada juga malah terjadi hal-hal yang di luar rencana. Bahkan tidak pernah terbayangkan di benak ini sama sekali. Saya sampai takjub sendiri sampai sekarang. Kok bisa ya. Penasaran apa saja itu?
Inilah 3 pencapaian dalam hidup yang tak terduga sama sekali.

1. Menikah
Jaman kuliah, saya punya cita-cita menikah muda. Lulus kuliah langsung menikah. Saya sudah bekerja sejak kuliah semester 2. Saya kuliah atas biaya sendiri sampai lulus. Jadi sudah punya penghasilan sendiri dan merasa mampu menikah. Eh ternyata calon suami saat itu tidak pe-de untuk menikah muda. Ya sudahlah. Bye.

Beberapa kali ketemu calon suami tapi selalu gagal sampai ke pelaminan. Ya sudahlah. Saat usia sudah masuk 30 tahun dan tak kunjung ada yang diajak nikah. Ya sudahlah. Saya fokus ke karir dan membahagikan diri sendiri. Pikiran saya saat itu lebih santai. Menikah ya alhamdulillah. Nggak juga alhamdulillah. Menikah bukan lagi masuk 5 besar prioritas hidup.

Eh yang namanya suratan takdir tak ada manusia yang tahu. Setelah putus dari suami, saya melamar beberapa beasiswa S2. Pokoknya saya ingin pergi sejauh-jauhnya dari Surabaya untuk melupakan semua tentang beliau. Titik. Itu saja yang ada di kepala. Awal 2012, saya terima kabar dapat beasiswa S2 ke New Zealand. Entah kenapa pertengahan 2012, saya merasa berat meninggalkan orang tua. Saat itu kondisi kesehatan Bapak dan Ibu tidak begitu bagus.

Saya khawatir tinggal jauh dari beliau berdua dalam waktu lama. Apalagi adik saya satu-satunya akan melanjutkan S2 ke Jerman setelah lulus kuliah. Saat itu dia sedang skripsi. Ini berarti orang tua akan tinggal 'sendiri' di rumah. Saya berdoa terus minta diberikan jalan yang terbaik yang terbaik buat saya dan orang tua.

Eh ternyata suami melamar saya di desember 2012. Saya kaget banget. Sama sekali tak menyangka. Ujug-ujug aja langsung ngajak nikah. Keluarga suami minta agar kami segera menikah. Ternyata permintaan ini adalah wasiat Bapak Mertua sebelum meninggal. Orang tua saya ternyata juga setuju kalau kami segera menikah.

Ya sudah. Akhirnya menikahlah kami. Saya mundur dari program beasiswa S2. Orang tua saya ternyata sangat bahagia anaknya tidak jadi tinggal jauh. Mungkin ini doa orang tua juga yang belum sepenuhnya ikhlas melepas saya pergi jauh. Asli saya sampai beberapa bulan setelah nikah masih tidak percaya kalau akhirnya menikah. Apalagi nikah dengan suami. Sewaktu putus dengan suami, saya hanya mikir nggak mungkin kami bisa balikan lagi.

Saat itu saya sedang punya karir di bidang baru yang saya dambakan sejak dulu kala. Saya fokus untuk mengembangkan diri di karir. Saya sengaja ambil S2 untuk mencari ilmu lagi guna menunjang karir. Ya itu kan rencana manusia. Rencana Allah beda ternyata. Kalau Allah subhanallahu wa ta'ala sudah berkehendak kun fayakun. Kamu menikah. Tidak ada yang tak mungkin di dunia ini. Persiapan untuk menikah pun kami lakukan selama 4 bulan. Bahkan ada suara sumbang kalau saya cepat-cepat menikah karena sudah hamil duluan. Padahal kami hanya menjalankan perintah Allah untuk menyegerakan pernikahan.

2. Tinggal Dekat dengan Orang Tua
Sejak lulus kuliah, para lelaki yang dekat dengan saya dan serius ingin menjadi suami selalu 'orang jauh'. Ada yang kerja  di luar pulau atau luar negeri. Ada juga yang kuliah dan bekerja di luar negeri. Paling dekat domisilinya di Jakarta. Tidak pernah saya 'dekat' dengan pria yang tinggal satu kota. 

Saya selalu berfikir setelah nikah akan tinggal jauh dengan orang tua nih. Ya sudahlah mau gimana lagi. Toh jaman sudah maju. Komunikasi jauh lebih mudah saat ini. Komunikasi dengan orang tua masih bisa lancar nantinya. Orang tua juga tahu kalau calon suami anaknya selalu  'orang jauh'. Beliau berdua ya setuju saja. Mau gimana lagi kalau sudah jodohnya.

Ternyata satu dan banyak hal saya selalu batal menikah dengan calon-calon suami tersebut. Saya malah jadi nikah sama suami yang tinggal di sebelah komplek. Saya dan suami satu sekolah di SMP dan SMA. Meski saat ini saya tinggal di rumah mertua. Masih terbilang dekat dengan orang tua. Rumah mertua dan orang tua hanya berjarak 10 menit naik motor.

Masyaa Allah. Saya masih sering tak percaya. Ternyata saya setelah menikah malah tinggal dekat banget sama orang tua. Meski tak lagi serumah tapi tiap hari masih sering bertemu. Kekhawatiran saya dahulu yang tak bisa menemani orang tua hingga akhir hayat hilang sudah. Ini adalah pencapaian luar biasa dalam hidup, yang tak terbayangkan sama sekali. Alhamdulillah. 

3. Hobi jadi Pekerjaan
Setelah kuliah, saya diterima bekerja di sebuah perusahaan provider telekomunikasi. Saya bekerja selama 7 tahun di sini. Pekerjaan tetap dengan gaji lumayan tapi tidak membuat saya merasakan bahagia.

Saya sering merasa jadi orang bodoh yang tidak bersyukur sama sekali. Banyak orang yang mendambakan kerja seperti saya. Sudah bisa mandiri di usia muda. Gimana ya. Bidang pekerjaan ini bukan passion. Saya tiap hari ke kantor dan bekerja tapi otak dan hati saya kemana-mana. Saya selalu ambil cuti panjang 6 bulan sekali. Travelling keliling Indonesia. Hanya untuk melarikan diri sejenak.

Saya punya cita-cita ingin bekerja di bidang yang memang hobi saya. Saya akhirnya memutuskan resign di tahun 2010. Begitu resign, saya bekerja freelance sebagai penulis. Suatu saat saya ditawari senior untuk bekerja sebagai editor di sebuah penerbit yang ada di Bandung. Saya langsung berangkat.

Saat di Bandung inilah saya banyak belajar tentang dunia penerbitan. Meski saya hanya bekerja selama 7 bulan tapi banyak ilmu baru yang saya dapatkan. Setelah resign, saya pulang ke Surabaya dan bekerja freelance sebagai penulis hingga saat ini.

Ini adalah pencapaian hidup terdahsyat bagi saya. Butuh perjuangan besar tetap bertahan sampai sekarang. Orang tua pada awalnya sangat tidak setuju dengan pilihan saya. Beliau berdua ingin saya kerja kantoran seperti 'normalnya' orang bekerja.

Mohon maklum, seluruh keluarga besar saya tidak ada yang bekerja freelance di rumah. Mereka bekerja di kantor dari pagi sampai sore. Sebagian besar keluarga besar adalah PNS. Saya bahkan pernah malas datang ke acara keluarga karena merasa terkucil. Aslinya sih tak kuat mendengarkan berbagai pertanyaan mereka yang menganggap saya sama seperti pengangguran.

Kalau sekarang sih orang tua dan keluarga besar sudah paham pekerjaan saya. Ada juga yang rajin membaca tulisan-tulisan saya. Alhamdulillah orang tua sudah ikhlas menerima pekerjaan anaknya yang 'nyeleneh'. Ini anugerah yang sangat besar dalam hidup saya.

Ketiga pencapaian dalam hidup ini benar-benar tak terduga. Tak pernah saya bayangkan saya akan mengalaminya. Ya ini sudah takdir hidup yang harus saya jalani dengan sebak-baliknya. Semoga segala pencapaian saya ini bisa memudahkan dan meringankan jalan saya ke Surga nanti. Aamiin.

Komentar