7 Fakta Tentang Pertemanan

Manusia adalah makhluk sosial. Butuh interaksi dengan sesama manusia. Butuh teman yang hadir untuk memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial. Hal ini sudah seperti kebutuhan. Tiap orang punya gaya pertemanan yang berbeda. Berikut ini gaya pertemanan saya.

1. Pertemanan Non-Blok
Kalau dalam pertemanan saya menganut paham bebas aktif non-blok. Saya berteman dengan siapa saja dan dari kalangan mana saja. Saya sangat menghindari jadi anggota geng ini atau klub itu secara eksklusif. Saya juga suka bergabung dengan komunitas untuk menambah pertemanan.

Kalau misalnya ada dua kubu yang berseteru, saya biasanya pilih bersikap netral. Apalagi kalau kedua kubu ini sama-sama teman saya. Ya sudah. Saya tetap berteman dengan kubu sini dan kubu sana. Lah wong saya nggak ada masalah dengan yang diperseterukan. Ngapain saya ikut bermusuhan. Biar mereka saja yang berseteru. Saya mah damai saja.

Mungkin ada yang koment, saya tak loyal. Tak setia kawan. Oh plis deh. Saya bukan anak ABG yang tergantung dengan per-kubu-an. Saya sudah dewasa. Sudah bisa memilah ini memang masalah buat saya atau nggak. Kalau memang bukan masalah menurut saya, ya sudah. Meski teman sekubu menganggapnya sebagai masalah, tak perlu ikut-ikutan kan?
Ini masalah sikap saja. Sikap yang harus dipertanggung jawabkan secara dewasa.

2. Teman Dunia Maya Lebih Banyak
Saya sejak tahun 2003 aktif di dunia maya. Kalau diperbandingkan, teman saya di dunia maya memang lebih banyak daripada teman offline. tak senuanya murni teman yang bertemu di dunia maya. Banyak juga yang sebelumnya teman offline lalu kita tinggal beda kota, akhirnya jadi teman di dunia maya. Hanya bisa bertemu lewat chat atau media sosial.

Mau bagaimana lagi. Rejeki pertemanan memang lebih banyak di dunia maya. Apalagi sejak resign dari kerja kantoran, saya kerja freelance. Jejering saya semakin luas di dunia maya. Meski kita bertemu di dunia maya, sering juga kita bertemu secara offline. Terutama dengan rekan kerja atau agency yang tinggal di sekitar Surabaya. 

Saya juga bertemu dengan beberapa sahabat di dunia maya. Tak selamanya apa yang ada di dunia maya itu palsu. Banyak teman saya yang kehidupannya sama saja dengan kehidupan sehari-harinya. Ada juga sih yang pencitraan saja di dunia maya. Tergantung individu. Tergantung juga dengan bagaimana cara kita menyikapi mereka.

3. Anti-Kepo
Ini prinsip yang saya pegang teguh dari sejak jaman dahulu kala sampai sekarang. Saya sangat menghargai privasi seseorang. Sedekat apapun hubungan seseorang bukan berarti semua hal bisa dibagi. Tetap harus ada bagian-bagian dalam kehidupan yang harus disimpan untuk diri sendiri.

Saya tidak suka mengusik privasi seseorang. Misal nih, saya tahu sesuatu tentang si A. Something wrong lah. Kalau si A tidak cerita ke saya, ya saya nggak akan nggorek-nggorek atau 'memaksa' dia untuk cerita. Mengapa? Karena saya tak suka kalau ada yang mengusik area privasi saya. Kalau saya pengen cerita, saya pasti akan cerita. Kalau saya tidak cerita berarti saya belum siap untuk bercerita atau memang saya ingin menyimpan hal tersebut untuk diri sendiri.

Pertemanan yang sehat dan dewasa dibangun dengan pondasi saling menghargai dan saling menghormati. Meski kita berteman dekat bukan berarti seseorang bebas kepoin kehidupan temannya. Tetap harus ada area privasi yang harus dihormati. Tidak sembarangan bisa nyelonong masuk.

4. Tempat Curhat
Namanya pertemanan tentu saja tak lepas dari curhat. Ya memang kebutuhan akan pertemanan ini untuk saling mengutarakan isi hati, saling menolong dan saling support. Kebetulan saya tipe orang yang jarang curhat, lebih sering dijadikan tempat curhat. Kalaupun saya curhat cuma dipermukaan saja. Kalau diibaratkan masalah saya sebanyak air dalam gelas. Nah yang saya curhatin ke sahabat cuma 1mm air di pernukaan gelas. Lainnya saya curhatin ke Allah atau disimpan dalam hati saja.

Alhamdulillah. Ada yang percaya pada saya untuk menyimpan rahasianya. Enaknya, saya jadi tahu lebih dulu sesuatu yang terjadi pada teman. Kalau yang bikin tak enak, pas semua sudah tahu tentang sesuatu itu dan ketahuan kalau saya sudah tahu lama. Terus ada yang comment "Kamu sudah tahu lama kok nggak cerita, sih?". Ini nih yang bikin saya meringis serba salah. Ya mau bagaimana lagi kan disuruh merahasiakan, masak mau dicerita-ceritakan.

Saya sih senang kalau jadi tempat curhat. Saya jadi punya pengetahuan baru tanpa harus mengalaminya sendiri. Bisa jadi pembelajaran saya pribadi. Sekaligus self reminder. Selain itu curhatan teman bisa jadi bahan tulisan. Tentu saja harus seijin teman yang bersangkutan. Selain itu juga teman yang curhat harus disamarkan sedemikian rupa. Jangan sampai teman-teman di sekitar kita ada yang menyadari.

5. Sahabat (hanya) Wanita
Saya saat masih kecil sampai sebelum menikah sebagian besar teman dan saya laki-laki. Teman dan sahabat perempuan saya juga tipe tomboy. Kenapa demikian? Saya merasa nyaman berteman dan bersahabat dengan mereka. Tidak ruwet dan banyak drama.

Setelah menikah teman saya kebanyakan perempuan. Semua sahabat saya perempuan juga. Teman laki-laki hanya sebatas teman biasa atau teman kerja. Kami jarang berinteraksi, komunikasi kami pun terbatas urusan pekerjaan saja.

Kenapa demikian? Saya dan sahabat-sahabat laki-laki setelah menikah memang sepakat untuk saling membatasi diri setelah menikah. Untuk menghargai perasaan pasangan masing-masing. Kami khawatir kalau akan terjadi prasangka yang bisa mengganggu hubungan pernikahan. 

Saat kami masih masa pacaran beberapa kali terjadi masalah dengan pasangan. Kami yang bergaul layaknya sahabat biasa. Normal saja. Namun pasangan menganggap hubungan persahabatan kami terlalu dekat. Bahkan ada yang menganggap terlalu mesra. Waduh. Tak ada pelukan dan cipika-cipiki kalau ketemu. Ngobrol biasa padahal. Yah urusan hati memang susah-susah gampang. Mau bagaimana lagi. Ya sudah lah tak usah bersahabat. Toh kami masih bisa berteman. Silaturahim masih tetap terjaga. Saling tahu kabar baik-baik saja sudah cukup. 

Kebetulan setelah menikah, saya masuk beberapa komunitas yang anggotanya njelalah perempuan semua. Ya sudahlah. Saya jadi ketemu teman-teman baru dan menjalin persahabatan dengan orang baru juga.

6. Sedikit Sahabat
Saya punya banyak teman tapi sedikit sahabat. Bisa dihitung dengan jari sahabat saya. Kalau menurut saya sahabat ini tingkatannya lebih tinggi dari teman. Saya bisa berteman dengan siapa saja. Teman biasa. 

Kalau bersahabat ini agak sudah. Harus ada keterikatan emosi. Kedua pihak juga harus 'klik'. Satu frekuensi. Ini yang susah. Ternyata saya hanya bisa menemukan sedikit sahabat selama perjalanan hidup ini. Para sahabat yang sudah melewati berbagai ujian dan persahabatan  kami masih tetap bertahan sampai saat ini.

Sahabat saya jumlahnya tak lebih dari semua jumlah jari di tangan. Dahulu banyak. Seleksi alam terjadi. Berbagai konflik kami alami. Sahabat pergi entah kemana. Saya menjalin hubungan selama puluhan tahun dengan masing-masing sahabat. Bagi saya tak apa punya sedikit sahabat, yang penting kami bersahabat dengan tulus dan ikhlas. Tidak ada drama diantara kami. Semoga persahabatan kami sampai ke surga nanti. Aamiin.

7. Sahabat jadi Saudara
Saya jika bersahabat dengan seseorang terbilang awet, sampai puluhan tahun. Hubungan persahabatan kami sudah seperti saudara. Hubungan yang terjalin bukan lagi saya dan sahabat tapi juga keluarga saya dan keluarga sahabat. Susah senang kami hadapi bersama.

Sudah sewajarnya kan, kalau hubungan terjalin selama puluhan tahun akan seperti saudara. Hubungan yang bervolusi? Mungkin juga bermutasi? Bukan. Menurut saya karena persahabatan kami sudah seperti simbiosis mutualisme. Hubungan yang saling membutuhkan satu sama lain. Bukan lagi kami secara individu tapi juga seluruh keluarga kami.

Saya yakin banyak juga di luar sana yang hubungan persahabatannya sudah seperti saudara. Malah mungkin melebihi hubungan dengan saudara kandung.

Yah itulah 7 fakta tentang persahabatan pada diri saya. Mungkin ada banyak dari Anda yang tak sependapat. Ya tak apalah. Bagaimana gaya pertemanan Anda?

Komentar