3 Cara Penerapan Sosial Distance di Masyarakat


Pada awal masa pandemi Covid19 berbagai negara menerapkan kebijakan social distancing. Namun Maria Van Kerkhove mengkhawatirkan istilah ini akan menjadi rancu. Van Kerkhove adalah Kepala Unit Penyakit dan Zoonosis di WHO. Beliau juga menjabat sebagai Pemimpin Teknis untuk Respon Covid19.

Van Kerkhove khawatir masyarakat tidak paham dengan istilah social distancing. Orang merasa akan terisolasi secara sosial. Padahal tidak demikian yang diinginkan para ahli untuk mencegah penyebaran virus Covid19.

Para pandemi menginginkan adanya pembatasan secara fisik (physical distancing). Meskipun secara fisik terpisah namun tetap terhubung secara social. Jaman sudah semakin canggih. Manusia tetap bisa terhubung secara virtual meski tak bisa bertemu langsung. Hal ini tertera dalam Emergencies Press Conference on Corona Virus Disease Outbreak tanggal 20 Maret 2020.

Istilah social distancing sudah terlanjur banyak digunakan. Masyarakat awam sepertinya sudah paham kalau yang dimaksudkan sebenarnya adalah physical distancing. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya saya akan menggunakan istilah social distancing.

Penerapan Social Distancing

Apa saja yang perlu dilakukan dalam penerapan social distancing?

1. Di Rumah Saja
Pemerintah Indonesia sudah menerapkan Work From Home (WFH). Banyak kantor yang sudah ditutup sejak awal Maret. Hanya pekerja operasional yang pekerjaannya tidak bisa dilakukan secara online saja yang masuk.

Sekolah juga diliburkan. Anak-anak belajar secara online dari rumah. Sebagian besar masyarakat mengikuti anjuran untuk isolasi mandiri di rumah saja. Keluar rumah hanya dilakukan ketika belanja untuk kebutuhan makan atau beli obat di apotik.

Untuk urusan ke rumah sakit pun harus yang kasus darurat dan butuh penanganan segera. Kalau masih sakit ringan atau sedang hanya dilakukan pengobatan mandiri di rumah. Apalagi beberapa pemerintah daerah melakukan PSBB sejak akhir Maret. Banyak protokol yang harus dilalui kalau ingin keluar rumah atau bepergian jarak jauh.



2. Jaga Jarak
Kalau memang terpaksa harus keluar rumah selalu jaga jarak. Berikan ruang 2 meter dengan orang yang terdekat dengan Anda. Jaga jarak fisik ini tidak saja dilakukan ketika berada di ruangan atau luar ruangan.

Saat di kendaraan juga tetap harus jaga jarak. Untuk yang naik kendaraan roda dua. Tidak boleh berboncengan. Sedangkan untuk kendaraan pribadi juga ada ketentuan khusus. Mobil dengan dua shaf jok hanya bisa diisi 3 orang. Sedangkan 3 shaf jok hanya boleh diisi 4 orang.

Kalau kendaraan umum juga berlaku ketentuan yang sama. Angkutan kota, bis dan kereta api hanya boleh mengangkut penumpang 50% dari jumlah kursi yang tersedia. Seluruh penumpang juga wajib menggunakan masker kain.

3. Hindari Kerumunan
Kerumunan yang paling utama harus diwaspadai. Ini yang paling rawan. Kita tidak pernah tahu orang per orang apakah termasuk carrier atau bukan. Berita resmi dari WHO terakhir sudah muncul kasus positif Covid19 namun tidak menunjukkan gejala sakit.

Pemerintah sudah melarang untuk mengadakan acara yang melibatkan banyak orang. Seperti misalnya acara pernikahan, arisan, sunatan maupun pembagian bantuan yang bisa memicu kerumunan. Pelarangan ini juga termasuk nongkrong di warung kopi (warkop) ataupun makan di tempat (dine in).

Berbagai tempat makan boleh dibuka namun tidak boleh menerima pengunjung yang makan di tempat. Pembeli hanya boleh membeli untuk dibawa pulang. Antriannya pun diatur agar tidak terlalu banyak orang dalam ruangan. Intinya adalah jaga jarak minimal 2 meter dengan orang lain.

Susah mengikuti aturan social distancing? Pada awalnya memang susah. Mungkin karena belum terbiasa saja. Saya dulu pada awalnya mikir ribet amat ya, namun lama kelamaan akan biasa saja. Mungkin karena faktor kebiasaan. 






Referensi tambahan : https://www.who.int/

Foto : koleksi UGM

Komentar