Akses Kesehatan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas Termasuk Orang Dengan Kusta

Masuk PPKM lagi.
Harus anteng lagi di rumah. Daripada pikiran ngelantur kemana-mana lebih baik cari podcast atau talkshow yang seru aah. Siapa tahu iseng-iseng berhadiah dapat ilnu baru. Ok. Buka channel youtube. Lihat-lihat diberanda. Eh ini channel Berita KBR mau live. Temanya menarik juga. Akses Kesehatan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas Termasuk Orang dengan Kusta.

Eh iya stop dulu bacanya. Ini info tambahan. Tulisan saya ini adalah ringkasan dari Talkshow yang saya lihat di acara Ruang Publik KBR. Sebenarnya talkshow ini sudah tayang tanggal 22 Juni 2021 jam 09.00 - 10.00 tapi saya baru sempat nulis sekarang. Tenang saja tidak basi kok tulisan ini. Temanya masih up to date masih relevant. Insyaa Allah.

Talkshow kali ini dipandu oleh Kak Ines Nirmala. Narasumber ada dua orang. Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan Bapak Ardiansyah, aktivis kusta dan Ketua PerMaTa Bulukumba - Sulawesi Selatan. Selamat menikmati ringkasan talkshow yang seru ini.

Kusta di Subang
Para penderita kusta yang tidak ditangani secara dini biasanya akan mengalami disabilitas ganda, sensorik dan motorik. Kusta adalah masalah yang komplek. orang dengan kusta di Subang masih mengalami stigma negatif dari masyarakat. Pengetahuan masyarakat yang kurang. Kesiapan petugas untuk deteksi dini penyakit kusta pada masyarakat luas.

Orang dengan kusta yang mengalami cacat tingkat 2:
2018 --> 7 kasus (5%)
2019 --> 9 kasus (7,9%)
2020 --> 12 kasus (11%)
Jumlah seluruh penyandang disabilitas di Kabupaten Subang adalah 11.872 orang (2019)

Kusta di Bulukumba
Kondisi orang dengan kusta di Bulukumba sama dengan daerah lainnya. Pemahaman tentang penyakit kusta masih lebih baik di perkotaan. Stigma negatif lebih parah di daerah pedesaan bahkan di pelosok desa. Penyakit kusta seakan menjadi aib.

Orang dengan kusta masih banyak yang belum bisa mendapatkan akses kesehatan di rumah sakit. Mereka hanya bisa dilayani oleh Puskesmas setempat. Terkadang tenaga kesehatan di Puskesmas tidak bisa melayani secara maksimal. Seharusnya penderita kusta harus di rujuk ke rumah sakit tapi tetap diobati di Puskesmas.

Apakah PerMaTa?
PerMaTa adalah sebuah lembaga yang fokus pada masalah penyakit kusta, pasien kusta ataupun OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). PerMaTa ada banyak cabang diberbagai kota atau Kabupaten seluruh Indonesia. Kalau di Bulukumba ada 12 cabang.

PerMaTa mempunyai beberapa program untuk para pasien kusta dan OYPMK, yaitu: 
1. Advokasi atau tindakan bila ada penolakan dari masyarakat sekitar penderita kusta.
2. Aktif mengedukasi tentang penyakit kusta di masyarakat.
3. Pendampingan pada penderita kusta
4. Peningkatan kualitas hidup penderita kusta dan OYPMK agar ikhlas menerima dirinya dan lebih percaya diri.

OYPMK adalah para penyandang disabilitas. Sesuai dengan UU no 8 tahun 2016. Penyandang disabilitas adalah terganggunya fungsi gerak tubuh akibat amputasi, akibat lumpuh layu atau kaku, selebral palsy, akibat stroke dan akibat kusta.

UU no 8 tahun 2016 pasal 12. Memberi kesetaraan atau kesamaan bagi setiap orang penderita kusta atau yang pernah menderita kusta untuk mengakses pelayanan kesehatan.

Upaya Dinkes Subang
Kondisi para penderita kusta dan OYPMK di Subang. Penderita kusta dan OYPMK termasuk kelompok yang termarjinalkan dalam segala aspek kehidupan, misalnya lapangan pekerjaan, pendidikan, layanan kesehatan dan infrastruktur. Semoga kondisi ini mempengaruhi hidup mereka sebagai penyandang disabilitas.

Berbagai upaya telah dan terus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Subang untuk para penyandang disabilitas, antara lain:
1. Advokasi sebagai implementasi UU no.8 tahun 2016
2. Mengintegrasikan peran masing-masing komponen stakeholder layanan kesehatan dan kelompok-kelompok masyarakat penyandang disabilitas di Subang.
3. Pembentukan forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) peduli penyandang disabilitas dan OYPMK. SKPD melakukan pelayanan sesuai dengan poksi masing-masing untuk penderita kusta, OYPMK dan penyandang disabilitas.
4. Membentuk kelompok-kelompok agar penyandang disabilitas dapat akses yang baik di infrastruktur, lapangan pekerjaan, pendidikan dan kesehatan.

Program yang secara umum dilakukan Dinas Kesehatan Subang untuk masalah penyakit kusta, adalah
1. Mengendalikan dan mencegah penyakit kusta dengan melakukan identifikasi finding.
2. Pengobatan kompilatif pada kontak kusta (orang-orang yang kontak erat dengan penderita kusta)
3. Advokasi
4. Edukasi pada masyarakat agar tidak memberi stigma negatif pada para penderita kusta dan OYPMK. Masalah paling besar adalah stigma negatif masyarakat yang masih tinggi.

Akses Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas di Subang
Bapak Suwata menyebutkan bahwa akses kesehatan untuk para penyandang disabilitas di Subang belum maksimal. Masalah ini adalah masalah yang komplek. Berkaitan dengan stakeholder daerah, masyarakat dan komunitas-komunitas disabilitas. Butuh keterlibatan ketiga komponen tersebut secara sungguh-sungguh. Stigma negatif masyarakat membuat para penyandang disabilitas enggan beraktivitas di ruang publik dan mengakses layanan publik.

Prioritas utama penanganan kusta di Subang:
1. Mencegah penularan lebih luas penderita kusta
2. Mencegah kecacatan pada penderita kusta. Kecacatan bisa timbul jika mereka tidak berobat secara dini.
3. Pemberdayaan OYPMK dengan melakukan berbagai pelatihan untuk meningkatkan life skill.
4. Pengurangan stigma dan diskrimanasi. Komunikasi perubahan perilaku bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan pimpinan yang berpengaruh di suatu daerah.

Peran PerMaTa pada Pasien Kusta
PerMaTa di Bulukumba saat ini melakukan advokasi ke Rumah Sakit Tajading Makasar. Rumah sakit ini dahulu adalah rumah sakit khusus kusta. Saat ini, telah berubah menjadi Rumah Sakit Umum. Dulu, para pasien kusta mudah untuk berobat tapi menjadi lebih sulit sekarang. Pasien kusta harus menjalani proses ke klinik atau rumah sakit rujukan terlebih dahulu sebelum ke Rumah Sakit Tajading.

Selain itu PerMaTa juga berusaha mencarikan jalan keluar untuk pasien kusta dengan BPJS. Berkaitan dengan masalah perawatan dan pengobatan. Masa rawat inap pasien kusta jika menggunakan BPJS sama dengan pasien umum atau biasa. Padahal pasien kusta ada luka yang perlu waktu lama untuk pengobatan. Tidak bisa beberapa hari saja dirawat jika di rumah sakit.

Akses Kesehatan Penyandang Disabilitas di Masa Pandemi
Ada beberapa strategi yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang agar para penyandang disabilitas lebih mudah berobat, antara lain:

1. Mendekatkan layanan kesehatan yang terintegrasi dan terkolaborasi dari rumah sakit hingga tingkat puskesmas. Layanan yang dilakukan yaitu kegiatan deteksi dini, kegiatan prolaksis pada kontak penderita kusta, pengobatan MDP, pengobatan dan tata laksana reaksi, perawatan untuk mencegah kecacatan baik yang dilakukan oleh kelompok perawatan diri maupun perawatan secara mandiri di rumah.

2. Telah dilakukan pelatihan untuk dokter, perawat dan pelintas yang lain. Ada on job training untuk dokter dan petugas kesehatan tentang pengobatan kusta di Puskesmas. Ada juga workshop terkait dengan interigrasi program kesehatan untuk pasien kusta dan penyandang disabilitas di Puskesmas.

3. Peningkatan peran serta masyarakat dengan cara mengadakan workshop komunikasi perilaku bagi tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa, pelatihan kader kusta, memberikan akses rujukan untuk kasus suspect pada kader kusta di desa. Yang terakhir adalah memberikan advokasi untuk masalah pendanaan deteksi dini kusta melalui dana desa. Anggaran kesehatan di dana desa cukup besar. Untuk Jawa Barat 2-5 milyar.

4. Pemenuhan kebutuhan logistik pengobatan baik obat reaksi, obat NDT, media KIE dan lain-lain.

5. Pemenuhan jaminan kesehatan bagi pasien kusta, OYPMK dan penyandang disabilitas oleh pemerintah melalui BPJS. Banyak OYPMK tidak mampu secara ekonomi.

Kendala Akses Kesehatan di Bulukumba saat Pandemi
Pada awal pandemi tahun 2020, PerMaTa memberi bantuan pada pasien kusta dan penyandang disabilitas di pelosok-pelosok Sulawesi Selatan. Banyak pasien kusta dan penyandang disabilitas yang tidak berani periksa dan ambil obat di Puskesmas karena takut tertular Covid-19. Maka relawan PerMaTa yang mengambilkan obat ke Puskesmas. 

PerMaTa memang harus menyebarkan relawan untuk pengambilan obat ini. Hal tersebut harus dilakukan karena ada pasien kusta dan OYPMK yang terputus pengobatannya. Ini kan sayang sekali. Resikonya akan mengalami cacat fisik yang parah. Harapannya, Petugas Puskesmas dapat menjangkau rumah para pasien kusta dan OYPMK.

Meminimalisir Stigma Negatif Tentang Kusta
Masalah utama tentang kusta baik di perkotaan atau pedesaan sama saja, yaitu stigma negatif. Program utama yang harus terus digalakkan adalah penghapusan stigma negatif ini.

Pak Ardiansyah dari PerMata mengusulkan agar lebih banyak lagi edukasi tentang kusta pada generasi muda. Bisa juga menggalang kerja sama dengan para mahasiswa. Stigma negatif tentang kusta adalah warisan dari orang tua dari jaman dulu. Harus di putus mata rantai ini. Para generasi muda harus memiliki pemahamaan baru tentang kusta. Bisa juga dibuat program edukasi tentang kusta yang bekerja sama dengan organisasi kemahasiswaan.

Penting juga untuk memperbanyak literasi tentang pasien kusta dan OYPMK. Informasi yang baik dan benar tentang kusta juga harus terus disebarkan ke masyarakat luas. Masyarakat secara umum agar semakin paham dan tidak selalu memberikan stigma negatif pada pasien kusta atau OYPMK. Jika stigma negatif bisa diminimalisir atau dihilangkan para OYPMK lebih percaya diri ketika berada di ruang publik dan menggunakan semua akses publik yang mereka butuhkan. 

Komentar