Mempopulerkan Khasanah Lokal untuk Meningkatkan Pendapatan


batik jawa timur
Aneka batik Jawa Timur

Mungkin suatu hal yang mudah jika melakukan pengandaian. Namun apa gunanya jika berandai-andai tapi tak bisa melakukannya. Kali ini saya akan berandai-andai yang realistis saja.

Mengangkat Khasanah Lokal

Indonesia kaya akan berbagai ‘harta‘ lokal. Daerah wisata, kuliner, kerajinan, dan juga budaya. Obyek wisata maupun aneka budaya sudah bisa kita lihat keragamannya. Untuk kuliner khas daerah dan juga kerajinan tangan masih belum terekspos dengan merata.

Salah satu hasil kerajinan tangan Indonesia sangat terkenal adalah batik. Bahkan sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Hanya saja selama ini kata batik selalu identik dengan Jawa Tengah. Padahal di wilayah Jawa Timur dan Jawa Barat tersebar berbagai motif batik yang tidak kalah cantiknya.

Aneka batik Jawa Timur antara lain, batik Madura, batik Pasuruan, batik Malang, batik Surabaya, batik Banyuwangi, batik Lamongan, batik Tuban, batik Tulungagung, dan batik Pacitan. Setiap batik mempunyai ciri khas tersendiri. Seperti misalnya, Batik Madura dominan dengan warna merah. Batik Lamongan dan Tuban menggunakan warna-warna cerah, seperti kuning, merah, hijau, dan pink. Sedangkan batik Banyuwangi merupakan perbaduan antara batik Madura dan batik Bali dengan motif abstrak. Begitu juga dengan batik dari Jawa Barat, ada motif Cirebonan, Banten, Sukabumi, Tasikmalaya.

Khasanah lokal ini banyak yang belum digali dengan cermat. Banyak motif batik tersebut yang belum mempunyai sertifikat hak cipta. Para pengrajin tidak menyadari akan pentingnya hak cipta. Sudah selayaknya aneka batik ini menjadi primadona di negeri sendiri dan meningkatkan pendapatan para perajinnya.

Peningkatan Ekonomi Usaha Kecil

Negeri kita juga mempunyai aneka kuliner khas disetiap daerah. Sayangnya berbagai makanan ini tidak ditangani dengan serius pemasarannya. Sebagai contoh, makanan ringan alen-alen dan kripik tempe khas Trenggalek. Ada tiga tempat sentra makanan ini, yaitu di kawasan Kedung Lurah, Nggantru, dan Nggandusari. Untuk masalah rasa sudah enak dan bervariatif. Ada alen-alen kecil dan besar. Selain berwarna kuning, juga ada alen-alen berwarna putih dan hijau. Begitu juga dengan kripik tempe, sudah ada rasa bawang dan penambahan irisan daun jeruk purut.

Satu hal yang harus diperhatikan adalah kemasan. Para penjual kripik tempe khas Trenggalek masih membungkus dengan besek (keranjang dari bilah bambu) atau kardus tipis biasa, yang sering dijual bebas untuk tempat makanan. Meski ada beberapa yang sudah dicetak dengan mencantumkan nama toko.

Hal ini membuat para pembeli ynag membawa pulang oleh-oleh dengan naik kendaraan umum bis, kereta api atau pesawat was-was. Mereka khawatir kalau kripik tempenya hancur tertimpa barang-barang yang lain. Jika dikemas menggunakan karton tebal atau jalinan bambu yang lebih tebal. Tentu akan menambah nilai plus. Jika kemasan bagus dan kuat akan menambah peluang untuk menambah pembeli. Keripik tempe Trenggalek juga bisa dikirim melalui paket ke seluruh penjuru Indonesia. Secara otomatis juga bisa meningkatkan penghasiln pedagang makanan khas tersebut.

Ini adalah salah satu cara sederhana untuk meningkatkan usaha kecil masyarakat. Bukankah semasa krisis moneter justru usaha kecil dan menengah yang bisa bertahan. Masyarakat pedesaan bila mempunyai taraf kehidupan yang baik, mereka tidak perlu lagi harus ke kota untuk mencari pekerjaan. Bahkan mereka bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar.

Foto: pinjam pakai dari https://www.google.co.id/

Komentar