Cerita Anak: Tidur Siang

Penulis: Ugik Madyo

"Gimana?"

"Aman, Kak." Adik menjawab cepat.

Adik bergegas menutup kamar. Kakak membuka kunci jendela bawah pelan-pelan. Adik menghampiri Kakak. Rumah mereka bangunan kuno. Jendelanya masih model 2 bukaan. Bagian atas dan bawah bisa buka tutup terpisah.

"Kenapa kita nggak lewat pintu aja? Kan gampang." ucap Adik dengan suara pelan di dekat telinga Kakak.

"Kita kan kabur dari rumah, Dek. Kalau lewat pintu namanya keluar rumah." jawab Kakak dengan suara pelan juga.

"Gitu ya?"

"Iya. Kayak di film dan buku-buku cerita, tuh."

"Oh, gitu."

Kakak sudah berhasil membuka jendela bawah. Kakak membuka lebar-lebar. Adik mengamati Kakaknya keluar dari jendela. Saat sudah sampai di luar, Kakak memberi isyarat Adik untuk keluar.

Adik bergegas mengambil kursi belajar. Dia naik ke jendela. Adik tampak ragu-ragu. Kakak membantu Adik keluar. Hampir saja Adik jatuh. Untung Kakak segera memegang tubuh Adik.

Kakak beradik itu mengendap-endap ke pagar depan rumah. Kakak menggandeng Adik. Kakak berkali-kali menoleh ke jendela kamar Ibu. Semoga ibu tidur siangnya nyenyak.

Kakak membantu Adik naik pagar. Ini hal yang mudah. Pagar tidak terlalu tinggi. Mereka berdua sudah sering memanjat pagar ini.

Kakak membantu Adik melompat ke sisi luar pagar. Kakak memegangi tangan Adik sampai Adik posisinya aman. Kaki Adik sudah pas menginjak sela-sela pagar.

"Aduh!" seru Adik tiba-tiba. Adik kaget karena Ibu berdiri di depan pintu rumah yang terbuka.

"Kalian mau kemana?" tanya Ibu.

Kakak menunduk lemas. Kepalanya disandarkan ke besi pagar. Gagal lagi kabur dari tidur siang. Adik memandang Kakak dengan bingung. Kakak diam saja tak menjawab pertanyaan Ibu. Aha! Adik ada ide.

"Nggak kemana-mana. Cuma cari angin aja. Panas di kamar hehe." jawab Adik.

"Emang ada angin di situ."

"Ada. Banyak, Bu hehe." ucap Adik sambil melirik Kakak, yang masih menunduk, "Ibu mau ngapain?"

"Ibu mau cari angin juga, ah. Tapi sambil duduk di teras saja. Males kalau di situ. Panas. Capek."

Ibu masuk ke rumah. Tak lama Ibu keluar lagi sambil membawa buku tebal. Ibu duduk di teras. Beliau duduk sambil asyik membaca buku. Adik memandang cemas ke arah teras. Biasanya Ibu kalau membaca lama banget. Apalagi kalau membaca buku setebal itu. 

"Kak, gimana, nih?" tanya Adik pelan.

"Yah gimana lagi. Kita pura-pura cari angin."

"Capek, Kak. Panas."

"Sama, Dek. Tahan dulu sebentar."

#

10 menit kemudian.

"Kak, turun, Yuk." Kakak mengangguk. 

Kakak membantu Adik naik lagi. Adik berpindah ke sisi dalam pagar pelan-pelan. Kakak membantu memegangi badan Adik. Posisi Adik sudah pas di pagar dalam. Lalu mereka turun pelan-pelan.

"Kok, udah turun. Udah selesai cari anginnya?" tanya Ibu.

"Udah, Bu. Ntar kalau kebanyakan bisa masuk angin." jawab Kakak. Kakak berjalan menuju ke teras. Adik mengikuti di belakang.

"Mau kemana?" tanya Ibu lagi

"Tidur siang." jawab Kakak singkat. 

Muka Kakak cemberut. Ibu tidak menjawab. Beliau kembali membaca buku. Kakak dan Adik naik ke teras. Ibu pura-pura tidak melihat, sewaktu mereka masuk rumah, Ibu mengintip dari jendela. Kedua anak itu masuk ke kamar dan menutup pintunya.

"Yes. Berhasil." ucap Ibu pelan dengan senyum lebar. 

Ibu masih mengintip di jendela. Tiba-tiba pintu terbuka. Ibu pura-pura membaca buku. Tak lama  Adik sudah berdiri di sebelah kanan Ibu.

"Bu. Tidur siang itu harus lama, ya?" tanya Adik.

"Ya nggak lah. Sebentar juga boleh?"

"Sebentarnya itu berapa menit." 

"60 menit. Alias 1 jam." jawab Ibu sambil menoleh ke kanan. Menatap wajah Adik.

"Wuih. Itu lama buanget, Bu. Ya ampun. Tak pikir sebentarnya itu 15 menit." Ibu menoleh ke kiri menahan tawa, "Ehm. Ibu. Hemm."

"Ada apa, Dek?" Ibu sekuat tenaga menahan tawa. Masih teringat wajah Adik yang menggemaskan barusan. 

"Ibu baca buku sampai jam berapa?"

"Sampai ashar kayaknya."

"Kok, lama?"

"Kenapa? Masalah?" ucap Ibu sambil melihat ke arah wajah Adik.

"Nggak. Gak papa, kok."

"Adik bobok pengen dikeloni Ibu?" ucap Ibu lembut sambil tersenyum.

"No! No!  Aku tidur sendiri." Adik berkata sambil lari ke kamar. Pintu kamar langsung ditutup.

Ibu tersenyum geli. Ibu menutup buku. Lalu berdiri dan menutup pintu ruang tamu. Lalu Ibu duduk di sofa yang ada di depan kamar anak-anak. Beliau menyalakan televisi dan menyandarkan punggung. Telapak tangan kanan menutup mulut yang menguap. Perjuangan belum selesai. Ibu berusaha agar tidak ketiduran.

Komentar