Cerita Anak: Khawatir


Penulis: Ugik Madyo


Kakak melihat jam dinding. Jam delapan malam.

"Bapak lembur lagi, Bu?" tanya Kakak

"Iya." jawab Ibu sambil tetap melihat televisi.

"Bapak sudah tiga hari berturut-turut lembur."

"Gimana lagi. Tim Bapak kekurangan 3  orang. Perusahaan masih belum mampu tambah karyawan lagi."

"Jadi Bapak akan kerja terus selama dua minggu tanpa libur?"

"Mungkin."

Ibu melihat Kakak di sebelahnya. Kakak diam. Matanya menatap televisi. Seminggu ini, Kakak lebih pendiam. Makannya tak berselera. Dia lebih banyak di kamar. Ayah sahabat Kakak meninggal seminggu yang lalu.

Beberapa kali Kakak bertanya, kenapa Bapak tidak kerja online di rumah saja. Sudah dijelaskan tapi sepertinya Kakak masih belum puas.

Kakak tiba-tiba berdiri. Di menuju meja makan. Botol vitamin Bapak diambil.

"Bu, vitamin Bapak tinggal tiga biji."

"Iya. Ibu sudah pesan ke apotek. Besok diantar. Kita kan sudah lama langganan sama mereka.

Kakak pindah ke rak bumbu, "Jahe Bapak tinggal sedikit, Bu. Sereh juga."

"Ibu sudah pesan Pak Sayur. Insyaa Allah besuk dibawakan."

Kakak mencuci tangan lalu duduk di sebelah Ibu. Mereka menonton televisi bertiga. Adik merebahkan kepala di pangkuan Ibu. Kakak melihat jam dinding berkali-kali. Setiap ada suara mobil langsung menoleh ke pintu ruang tamu. Ibu menarik nafas panjang berkali-kali.

Kakak tiba-tiba berdiri.

"Kemana?" tanya Ibu.

"Cari angin." jawab Kakak.

"Loh, ini kipas angin nyala. Masih kurang, ya?" ucap Adik.

Ibu hanya tersenyum. Beliau membelai-belai kepala Adik. Ibu memandang punggung Kakak hingga menghilang dari pandangan.

Kakak duduk di lantai teras. Dia bersandar di kursi teras. Pandangannya lurus ke pintu pagar. Matanya berkaca-kaca. Tak lama, air mata turun ke pipinya. Semakin lama semakin deras. Berkali-kali air mata diusap tapi tak juga berhenti.

Kakak terisak-isak lirih. Ibu tiba-tiba ada di sampingnya. Ibu memeluk Kakak. Tangisan Kakak semakin keras. Ibu membelai-belai kepala Kakak.

"Doakan Bapak selalu dalam lindungan Allah. Terhindar dari segala penyakit yang membahayakan. Terhindar dari segala bahaya." ucap Ibu dengan suara bergetar.

Kakak memeluk Ibu dengan kuat. Isak tangis Kakak semakin keras.

Komentar