Jajanan Tradisional Ote-Ote a.k.a Bakwan


Dari jaman Siti Nurbaya sampai dengan jaman Siti Nurhaliza, jajanan ote-ote selalu hadir meramaikan dunia gorengan. Ote-ote juga dikenal dengan nama bakwan. Entah kenapa dia menggunakan nama bakwan. Mungkin dia galau. Ote-ote dalam bahasa Jawa berarti 'tidak pakai kaos atau kemeja'. Mungkin juga dia takut disemprit KPI dan dilarang beredar di dunia per-gorengan.

Jagoan kita satu ini lahir dari tangan dingin Mbok Kemben. Suatu hari Mbok Kemben sedang asyik di laboratorium dapur tungku kayu yang kondang di seantero jagat raya. Si Mbok mencampurkan tepung terigu, irisan wortel, kecambah panjang, irisan bawang putih, garam dan gula. Adonan ini di bawa dengan irus sayur dari besi dan diceburkan ke wajan yang berisi banyak minyak panas. Irus sayur digoyang-goyang. Pelan... pelan goyangannya. Eh, adonannya lepas. Mengambang di minyak panas. Mbok Kemben segera mengaangkatnya ketika warna ote-ote sudah coklat. 

Pada jaman Siti Nurbaya, ote-ote a.k.a bakwan hanya ada di rumah-rumah penduduk. Namun sekarang, dia sudah mengembara dan tinggal di mana-mana. Ada yang di warung kopi, rombong kaki lima, depot makan, restoran, hotel berbintang hingga istana putih. Kekuasaannya semakin menggurita. Namanya tenar sebagai gorengan kelas wahid. Semua orang ingin mencobanya. Ote-ote juga terkenal sakti. Dia sanggup mengganjal perut yang kelaparan kalau belum bertemu nasi. Keren juga si kecil ini. Jadi lapar. Jadi pengen makan ote-ote :D

Foto : koleksi pribadi dengan menggunakan Blackberry Gemini
       

Komentar