Nasi Punel Makanan Khas dari Bangil


Makanan khas Bangil ini kalau dari penampakannya mirip dengan nasi bok atau nasi Madura. Nasinya sedikit dengan banyak lauk-pauk dan sayur. Kalau nasi bok masakannya terasa asin nan gurih, kalau nasi punel manis nan legit. 

Perkiraan saya, mungkin karena mayoritas masyarakat Bangil dari suku Madura. Namun, rasa manis masakan ini yang masih bikin penasaran sampai sekarang. Biasanya makanan daerah pesisir memang ciri khasnya pada rasa asin. 

Untuk nasi punel pengecualian. Sang penjual juga tak mampu menjawab. Sejak dahulu sayur dan lauk nasi punel memang sudah begitu. 

Begitu memasuki kota Bangil, banyak bertebaran warung, depot atau restoran nasi punel. Secara umum perlengkapan lauknya sama saja. Hanya tekstur dan sentuhan bumbu yang berbeda. Plus... harga. 

Kekhasan nasi punel ada pada alas daun pisang segar yang tertimpa makanan panas. Harum daunnya itu... yang bikin perut langsung lapar. Saya berkesempatan mencicipi nasi punel di warung Setia Hati bernuansa hijau yang berada di halaman sebuah rumah tua. Kebetulan warung ini masih menggunakan alas daun pisang segar. Beberapa tempat sudah menggunakan alas plastik coklat.

Nasi punel ini terdiri dari nasi putih yang mempunyai lauk ‘wajib‘ dan lauk pilihan. Nasi putih yang lembut (punel, Bahasa Jawa) dibentuk seperti tumpeng ada di tengah, diatasnya ditaburi serundeng kuning keemasan. Beberapa tempat, nasinya di letakkan beleber biasa saja. Tapi pasti ditaburi serundeng. 

Ada yang beda dalam serundengnya. Biasanya kalau di daerah jawa timur dan jawa tengah serundeng kelapa berwarna coklat muda atau coklat gelap dan menggumpal karena minyak (kempel, bahasa jawa). Kalau disini, berwarna kuning keemasan dan kering, rasanya sedikit manis. 

Di sekeliling nasi ditata sayur dan banyak lauk. Penataan tak ada urutan pakem namun pasti ditata melingkar. Baik di sekeliling nasi atau diatas nasi. Saya akan menceritakan berdasar susunan foto diatas. Sayur nangka muda bumbu seperti gulai tapi manis. Pada penglihatan awal seperti sayur lodeh namun bumbunya lebih ringan. 

Dua potong kikil dengan rasa bumbu yang sama di letakkan diatas nangka muda tersebut. Sebelahnya tahu bumbu bali. Namun tak ada rasa pedas. Manis. Saya menduga menggunakan cabai merah besar yang sudah di buang isinya dengan tambahan gula merah untuk rasa manis. Soalnya warna merahnya tidak terang. 

Lalu ada sate kerang dibumbu merah dan tidak pedas. Satu tusuk berisi lima kerang mungil, dengan tusukan tipis dan pendek. Kemudian ada sambal terasi yang pedas sekali dengan tekstur kasar dan dominan rasa asin. Sambal ini di letakkan di atas kacang panjang mentah yang di cincang halus. 

Rasa pedas bercampur dengan keriuk kacang panjang mampu melibas rasa manis lauk yang lain. Yang tak pernah ketinggalan, bumbu kepala muda (seperti bumbu urap-urap) dibungkus dengan daun pisang dan di kukus hingga matang. Bumbu kelapa muda terasa manis sekali. Bagi yang tak suka manis lebih baik dicampur dengan sambal terasi. 

Lauk tambahan ada banyak pilihan gorengan, antara lain: dendeng, daging, ayam, babat, hati sapi, hati ayam, paru, telor ceplok dan tempe. Sepiring nasi punel beserta teh manis hangat dan seplastik krupuk dibandrol dengan harga dua puluh ribu. Saya pikir cukup sepadan. 

Bagi anda yang akan ke Bromo atau Bali, jika melewati kota Bangil anda wajib mencoba masakan yang satu ini. Jangan salahkan saya, kalau anda nanti akan ketagihan. 

Foto: koleksi pribadi  

Komentar

  1. Begini ni dah, kalau wisata kulinernya di dunia maya...jd lap iler berkali kali...hadeehhhh...
    Sederhana tp Menggodah mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku bantuin lap ilernya... *sodorin lap

      He-eh menggoda pengen nambah terus, mak

      Hapus

Posting Komentar